Meja Ravenclaw
Meja Ravenclaw
Freyja menatap lurus ke arah meja Slytherin. Freyr menatapnya dengan tajam, dengan tatapan yang selalu tidak disukai oleh Freyja. Tatapan yang tajam, menusuk, dan penuh dengan kekecewaan. Kekecewaan, itu yang paling Freyja tidak suka. Freyja paling tidak suka melihat Freyr kecewa, karena kenyataannya, sebagian besar kekecewaan itu disebabkan olehnya --oleh Freyja. Sakit rasanya memikirkan Freyr dan Freyja tidak satu asrama, dan tidak akan sering bersama-sama. Walaupun cengeng, diakuinya bahwa dirinya sudah terbiasa berada dekat-dekat dengan Freyr, dan selalu merasa aman jika Freyr berada di dekatnya. Dan kini, Freyja di Ravenclaw dan Freyr di Slytherin.
Slytherin... Freyja mau kok masuk Slytherin kalau boleh. Tidak peduli apa kriteria untuk masuk sana, tidak peduli seperti apa orang-orang di sana, yang penting-- Freyja menundukkan kepalanya lalu menggeleng pelan. Tapi apa yang akan dikatakan orang jika dirinya masuk Slytherin? Apa yang akan dikatakan....Nenek?. Masih teringat jelas di ingatan Freyja ketika neneknya bilang, usahakan jangan masuk Slytherin. Slytherin yang ambisius, licik, dan kadang menghalalkan segala cara. Tapi benarkah apa yang dikatakan Nenek? yang dikatakannya tentang kriteria Slytherin? Licik, ambisius-- Freyja menggelengkan kepalanya sekali lagi, masih menunduk, sambil memainkan jari-jarinya. Gusar, Freyja serba salah. Tidak, tapi Freyr tidak licik kok, dia tidak ambisius dan lain-lain, dan lain-lain. Freyr hanya.... seorang kakak yang baik, yang selalu melindungi Freyja, dan dia hanya jarang bicara. Apa jarang bicara merupakan salah satu kriteria untuk masuk Slytherin?-- Freyja mengangkat wajahnya lagi dan mengedarkan pandangannya menyusuri meja Slytherin. Hm... Hening... Tidak banyak bicara, dan kalau bicara pun pelan saja. Apa Freyja sanggup tidak bicara banyak-banyak kalau dia masuk Sly- ups, Freyja lupa. Apa boleh ya pindah asrama? Bagaimana caranya? Freyja ingin masuk Slyt-- tidak tapi, Freyja sebenarnya tidak ingin masuk Slytherin, tapi Freyr....
Bingung, Freyja bingung, sementara Freyr tidak lagi menatap Freyja, tapi hanya mengaduk-ngaduk makanannya dengan tidak bersemangat. Freyja menghela nafasnya berat lalu menolehkan kepalanya, ke kanan, ke kiri, mencari seseorang yang dikenalnya. Dirinya tidak bisa terus merasa bersalah seperti ini. Salahnya kah?. Bukan... tentu saja bukan. Freyja berusaha meyakinkan dirinya sambil kembali mencari siapa yang dikenalnya.
Anak laki`-laki itu! Freyja ingat, yaya, anak laki-laki dengan monyetnya, yang selalu bersama anak perempuan. Tapi Freyja tidak begitu yakin siapa namanya. Freyja lalu bangkit dari kursinya, menghampiri anak itu, dan duduk di sebelahnya, "Hei," kata Freyja menepuk pundak anak itu, "Siapa sih namamu sebenarnya? Dan mana yang satu lagi?" kata Freyja sambil celingukan, mencari anak perempuan yang selalu bersama anak laki-laki itu.
Label: freyja, meja ravenclaw
comments (0)