Kelas 1 (R-H)
"Dia adalah Profesor Cuthbert Binns, pengajar Sejarah Sihir kita." kata gadis di sebelahnya yang ternyata Louisa Napoleon, teman seasramanya yang dikenalkan oleh Satoshi di meja asrama ketika acara seleksi sudah selsai. Profesornya hantu? WOW --Freyja ber-wow-ria lagi entah untuk keberapa kalinya sejak menginjakkan kakinya di Hogwarts-- sungguh aneh, dan err..yeah tidak biasa. Hantu menjadi pengajar...apa tidak ada manusia hidup lain yang bisa menjadi guru? Sungguh aneh. Tapi Freyja tidak menampakkan kekagumannya itu di hadapan Louisa. Dirinya hanya membulatkan bibirnya membentuk huruf 'o' sambil menggut-manggut tanda mengerti. "Aneh." gumamnya sambil membuka gulungan perkamennya, dan menarik keluar pena bulunya dari dalam tas.
"Kau sudah mendengarkan penjelasan Profesor Binns tadi? Kalau belum, aku bersedia membantumu mengejar pelajaran kok," Freyja menoleh lagi ketika Louisa kembali berbicara, bertanya pada Freyja tentang pelajaran, dan menawarinya untuk membantu dalam mengejar pelajaran. Membantu dalam mengejar pelajaran? Freyja tentu saja mau! Louisa anak yang pintar, dan menurutnya, pasti Louisa bisa mengajari Freyja dengan cara yang menyenangkan. Sepertinya dia anak baik. Freyja tersenyum sambil mengangguk bersemangat pada Louisa, "Tentu saja. Kita bisa belajar bersama, eh? Mohon bantuannya." kata Freyja sambil mencelupkan pena bulunya ke tinta, dan mulai mencoba menulis di atas perkamen.
Jujur, Freyja sedikit kesusahan menyesuaikan diri di dunia sihir. Banyak yang berbeda, dan itu sangat sulit untuk dibiasakan. Contohnya, menulis dengan pena bulu dan tinta. Freyja kurang bisa membiasakan diri menulis dengan pena bulu, karena biasanya dirinya menggunakan pulpen yang lebih gendut sehingga mudah untuk dipegang dan dipakai menulis. Dan lagi, tidak perlu mencelupkannya ke tinta beberapa saat sekali, menyusahkan menurutnya. Kalau dipikir-pikir, menggunakan sihir memang praktis sih, tapi kenapa hal-hal yang tidak memakai sihir malah dibuat lebih rumit?. Perjalanan ke kastil lewat danau dan memakai perahu, salah satunya. Kenapa tidak lewat darat saja sih? Dan kenapa harus pakai perahu?.
Louisa lalu menoleh ke belakang, dan bilang sesuatu pada seorang anak berambut pirang tentang membuat-lantai-kotor. Freyja yang sedang membuka sebungkus coklat, refleks menoleh dan melihat seorang anak laki-laki sedang membersihkan bukunya yang tersiram tinta, tapi tentu saja membuat lantai kotor. Dengan datar, Freyja melihat anak itu begitu saja tanpa berkomentar, sam bil menggigit ujung coklatnya dan mengunyahnya. Dirinya kembali menoleh pada Louisa, menatapnya sejenak, dan lalu bertanya, "Eh, kau mau?" tawarnya. Freyja tidak tahu, boleh makan di kelas atau tidak, tapi dirinya tak peduli. Freyja lapar...
Label: freyja, sejarah sihir
comments (0)